Gambar : https://www.kotasubang.com/wp-content/uploads/2016/12/uang-baru-rupiah-730x430.jpg
Saya belajar soal perikanan, khususnya pembenihan ikan air tawar. Semua hal yang berkaitan dengan hal tersebut, saya berusaha memahami. Walupun dengan tersendat-sendat, saya memijahkan ikan lele untuk sekedar menerapkan ilmu yang sudah saya peroleh dari berbagai institusi, media dan perorangan. Sekali lagi dengan keterbatasan saya. Saya hanyalah orang yang berusaha agar hidup tercukupi kebutuhan saya dan keluarga. Jatuh bangun usaha ini saya geluti untuk mencukupi kebutuhan yang semakin membengkak. Ayah, anakmu ini kini banyak menanggung beban.
Dalam perjalanannya sebagaimana orang berusaha, ada untung, impas dan rugi. Sampai pada akhirnya saya hampir-hampir saja meninggalkan usaha pembenihan ikan ini. Dengan sedikit pengetahuan dan ketrampilan teknis saja tidak cukup. Kekuatan mental juga harus mantap. Saya rasa ada hal yang kurang saya pahami yaitu Politik Pertahanan dan Ketahanan Pembenihan Ikan Air Tawar. Saya sendiri juga tidak bisa memberikan pengertian yang baik tentang hal tersebut, barangkali demikian luasnya dan sangat bergantung pada saat, pelaku/pesaing yang berbeda. Walaupun sebenarnya didalamnya juga ada hal teknis, misalnya saat permintaan banyak, saya harus punya produksi besar, saat pesaing tidak punya produksi, saya punya. Dan harus secara rutin. Politik kemitraan dengan pelanggan atau petani ikan, dan lain sebagainya.
Prolog di atas menggambarkan kompetensi yang kurang dari seorang pelaku usaha dan dalam kondisi terjepit. Dalam tulisan ini saya membuat ilustrasi/analogi tentang pemahaman atau katakanlah sebagai sebuah kompetensi kompetitif (kemampuan dalam suasana persaingan). Politik adalah cara untuk mencapai tujuan dan tentu saja dalam koridor etika dan peraturan perundang-undangan yang ada.. Sebelum dalam kondisi kritis (terjepit) harus berusaha menjadi kuat dan syukur menjadi yang terkuat.
Saya dan kita semua hidup bermasyarakat dan bernegara dalam wadah NKRI. Sebagai warga negara tentu saja mempunyai kebutuhan hidup dan untuk mencukupinya dengan jalan usaha/bekerja. Orang bekerja atau berproduksi menghasilkan barang yang tentu saja diperlukan oleh orang lain, bahkan juga orang-orang di sekitarnya. Sehingga setiap orang membutuhkan orang lain dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya dibutuhkan alat tukar yang di Indonesia ini dalam mata uang Rupiah (Rp.).
Seseorang membutuhkan produksi barang orang lain, demikian juga sebuah negara membutuhkan barang produksi negara lain. Sistem perdagangannya membutuhkan standar alat tukar dari sebuah alat tukar mata uang yang mendominasi negara lain. Contohnya demikian kuatnya sistem perekonomian negara Amerika Serikat, sehingga mata uang Amerika Serikat (US Dollar) menjadi alat tukar standar. Tentu kita masih ingat krisis moneter 98, di mana nilai tukar Rupiah dari 1 US Dollar berkisar Rp. 2.500,- melonjak menjadi lebih dari Rp. 16.000,- bagi US Dollar, namun nilai tukar rupiah terjun bebas.
Pemegang alat tukar standar ini juga dikuasai oleh pemilik barang dari suatu negara. Hal ini sepertinya berlaku regional. Misalnya negara A mempunyai barang yang sangat dibutuhkan oleh negara lain, maka nilai tukar uangnya dengan mata uang negara A atau US Dollar. Sehingga mata uang negara A dan US Dollar banyak dibutuhkan. Di sinilah hukum ekonomi berjaya. Permintaan meningkat, harga meningkat.
Dengan dalil hukum ekonomi, banyak demand akan terjadi peningkatan harga. Yang dimaksudkan bila banyak orang memburu (membeli) US Dollar atau mata uang negara lainnya, maka nilai US Dollar atau mata uang yang diburu ini akan meningkat dan nilai tukar rupiah akan menurun. Oleh karena itu, mari kita semua lapisan elemen masyarakat Indonesia tidak memburu dan memborong mata uang asing. Marilah kita menggunakan rupiah saja, tidak perlu mempunyai simpanan mata uang asing.
Mencintai rupiah juga dapat diwujudkan dalam hal kita harusnya mencintai produk dalam negeri. Dan tidak menggunakan barang import. Bila kita menggunakan barang import, maka semakin hari harga barang import akan mahal. Ingat hukum ekonomi di atas. Dengan mahalnya barang import akan menekan nilai rupiah. Dan membutuhkan devisa untuk membayarnya. Ini menyebabkan perdagangan yang tidak surplus. Bayangkan kalau minus, mesti beli mata uang asing. Hal ini juga memproteksi produk dalam negeri yang dilakukan oleh petani, pelaku usaha enterpreneur lainnya dan BUMN. Masih ingatkah Anda dengan politik “dumping” yang dilakukan sebuah negara yang menjual barang dengan harga murah di luar negeri dan menjual mahal di dalam negeri ?
Mencintai rupiah juga dapat diwujudkan dengan cara memproduksi semua barang kebutuhan hidup semua bangsa kita Indonesia secara swasembada, sehingga kita tidak import barang dari luar. Di sini diperlukan semua usaha proofesional bersinergi untuk mencapai hal tersebut. Seorang guru mengajarkan muridnya agar rajin belajar, sehingga mempunyai kompetensi yang mumpuni, siap terjun ke dunia usaha, dan siap dalam persaingan usaha. Peneliti mengembangkan rekayasa teknologi yang mangkus dan sangkil. Seorang birokrat melaksanakan tugas pembangunan dengan mangkus dan sangkil. Seorang petani dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana produksi, teknologi, pemasaran (termasuk pengolahan bila diolah) dengan baik dan menguntungkan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Politikus berjuang untuk kemajuan masyarakat yang diwakilinya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kontraktor bekerja sesuai spesifikasi pekerjaan yang dikerjakannya. Pedagang menghidupi diri dan keluarganya dengan menjual produk dalam negeri dengan mutu dan harga yang kompetitif. Dengan kata lain semua profesi melaksanakan tugasnya secara baik dan memberikan kontribusi dalam pembangunan. Dan lain sebagainya. Serta pemerintah sebagai regulator memberikan fasilitas, peraturan perundang-undangan, mengawasi, menegakkan dan menjamin agar usaha yang dilakukan (proteksi) untung dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyrakat yang adil dan merata.
Mencintai rupiah juga dapat diwujudkan dalam hal memberi pengganti (substitusi) barang import, syukur-syukur bisa digantikan secara total 100%. Misalnya bahan pakan ikan berupa tepung ikan yang masih import bisa digantikan dengan produk lokal (toh ikan yang tidak laku dan ikan rucah juga melimpah dan malah sering dicuri nelayan asing) untuk sementara waktu secara berjangka bisa swasembada dalam tempo beberapa tahun. Tepung ikan import ini menjadikan harga pakan ikan (pellet) melambung tinggi membuat petani ikan dan udang menjerit, karena keuntungannya tipis.
Kebijakanpun juga memberi kontribusi terhadap pertahanan dan ketahanan rupiah ini, misalnya dengan menenggelamkan kapal asing yang mengambil kekayaan sumber daya perikanan laut di Indonesia. Dengan ketidakhadiran nelayan asing yang membawa kapal dan peralatan canggih ini akan semakin meningkatkan tangkapan nelayan Indonesia. Ujungnya eksport yang mendatangkan devisa dan ikan lainnya untuk konsumsi dalam negeri dan juga produk olahan ikan laut (tepung ikan ada di dalamnya). Oleh karenanya harus juga ada kebijakan lain yang dibuat dalam sistem dan kerangka pemberdayaan ekonomi agar swasembada dan memberikan nilai tukar kepada para pelaku usaha untuk berkembang dan mensejahterakan masyarakat pada umumnya.
Seperti di atas telah dituliskan bahwa segalanya bertopang pada etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Boleh saja menyebut etika belakangan, harus berdasarkan peraturan dulu. Oke, itu hanya soal urutan penyebutan. Bisa dibuat dari aturan yang lebih rendah, kemudian yang lebih tinggi atau sebaliknya dari yang tinggi ke lebih rendah. Namun keduanya bisa dijadikan pijakan dan pedoman serta sistem.
Selain mencintai rupiah agar mempunyai nilai tukar yang tinggi, kita juga harus menjaga agar performent mata uang rupiah tatap menarik. Kita juga harus memperlakukan uang kertasnya dengan baik. Tidak boleh dilipat, tidak dibuat koyak, tidak basah, tidak dikotori, tidak ditandai dengan apapun, dan lainnya yang membuat penampilannya tidak baik.
Dalam hal wawasan dan strategi untuk mencintai rupiah telah banyak yang memberikan pengertian agar pertahanan dan ketahanan rupiah dapat stabil dan syukur bisa meningkat. Dari segi etika haruslah didasari oleh suri teladan dari para petinggi negeri ini termasuk publik figur yang memberi contoh kepada masyarakat agar mencintai rupiah dengan tindakan nyata dan selalu menjadi trending topik di semua bidang dan kesempatan dalam bermasyarakat dan bernegara. Seperti misalnya tidak boleh menggunakan barang import (baik makanan, pakaian dan asesories lainnya dan kebutuhan hidup lainnya), kecuali yang belum diproduksi di Indonesia. Barang yang belum diproduksi atau belum mencukupi ini agar dijadikan prioritas pembangunan berikutnya. Harus dimulai dari sekarang, kalau tidak kapan lagi. Intinya yang kelas menengah atas, jangan simpan mata uang asing dan cintai, gunakan produk dalam negeri, yang kelas menengah bawah cukup gunakan produk dalam negeri. Semoga kita semua selalu melindungi rupiah agar mempunyai pertahanan dan ketahanan yang tangguh dengan mencintainya dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga.
Sumber Gambar : https://www.kotasubang.com/wp-content/uploads/2016/12/uang-baru-rupiah-730x430.jpg