href='https://maxcdn.bootstrapcdn.com/font-awesome/4.3.0/css/font-awesome.min.css' rel='stylesheet'/> AGRIBISNIS BENIH IKAN BLOG: Suharto, Presiden yang Dibesarkan dengan Nestapa

Sunday, December 25, 2016

Suharto, Presiden yang Dibesarkan dengan Nestapa



Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Kemusuk, Argamulya, Yogyakarta. Ia anak tunggal pasangan Sukirah dan Kertoredjo alias Wagiyo alias Panjang alias Kertosudiro.
Kertosudiro adalah seorang ulu-ulu (petugas pengatur pengairan desa), seorang duda dengan dua anak sebelum menikah dengan Sukirah, ibu Soeharto. Selain menggarap tanah bengkok yang merupakan gaji pamong desa, Kertosudiro praktis tidak ada pekerjaan lain. Oleh karenanya hanya berselang bulan setelah Soeharto lahir, pasutri ini berpisah. Sukirah kawin lagi dan mempunyai anak sebanyak 7 orang termasuk Probosutejo. Sedang Kertosudiro juga menikah lagi dan mempunyai 4 orang anak dari istri ketiganya itu.

Belum berumur 40 hari Soeharto bayi harus dititipkan kakeknya, karena Sukirah sakit. Mbah Kromo inilah yang membesarkan Soeharto hingga berusia 4 tahun yang menurut penuturan Pak Harto selanjutnya dikatakan "ketika masih belum pakai celana". Selanjutnya Soeharto diajak bersama ibu dan ayahnya tirinya Atmoprawiro. Seperti yang diceritakan di atas mempunyai 7 orang adik tiri Soeharto.
Kehidupan Soeharto kurang nyaman, karena hampir tiap tahun ibunya melahirkan adik tiri untuk Soeharto. Pengalaman masa kecil ini berkemungkinan yang mencetuskan 'Dua Anak Saja" Program dari KB. Semasa zaman pemerintahan Pak Harto, KB digalakkan dan mungkin juga capaian yang bagus, sehingga menjadi program rujukan oleh pemerintah negara lain.

Kisah nelangsa yang dialami Soeharto kecil ini di antaranya ketika masih kecil sebagaimana anak desa pada waktu itu memang belum cukup sandang terbiasa dengan bertelanjang dada. Anak kecil itu berlari-lari kecil di jalanan desa dengan hati yang berbunga-bunga ketika dipanggil oleh kakek buyutnya. Dia riang sekali, karena kakek buyutnya sedang memjahit baju. Dalam hatinya berpikir baju ini untuknya. Namun agaknya mendung masih bergelayut dalam dirinya, demikian tulisan Ramadhan KH mengisahkan Soeharto kecil ini. Dia hanya dipanggil untuk memanggilkan saudara sepupunya Darsono untuk diberikan baju yang dijahitnya ini. Sementara itu Darsono yang sudah sering berganti-ganti baju ini. Berkebalikan dengan dirinya. Momen inilah yang masih diingatnya yang mengisahkan bahwa dia diasinghkan dan diacuhkan oleh kakek buyutnya sendiri. Tidak tahu apa yang ada di hatinya yang jelas ada sesuatu yang terpendam dan sulit untuk dipecahkan oleh seorang anak kecil.

Titik paling penting yang berpengaruh pada kehidupan Soeharto bermula ketika dititipkan untuk hidup di rumah bibi dan pamannya Prawirowihardjo di Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri. Soeharto dianggap sebagai putra tertua, sehingga "disekolahkan" dan terbukti mempunyai kepintaran. Hal ini di kemudian hari tercermin dari acara ketika berdialog dengan komunitas petani dalam suatu acara yang penting pada saat Soeharto berkuasa yaitu acara Kelompencapir Kelompok Pendengar, Penbaca dan Pemirsa) Siaran Pedesaan RRI yang membahas masalah pertanian dan pedesaan, Pak Harto dengan lancar memberikan arahan. Seorang akademisi terkenal memberikan komentar bahwa Pak Harto lebih mirip seperti profesor pertanian.

Setelah sekolah di pagi harinya sebagaimana anak desa lainnya, sorenya mengaji di langgar yang kadang sampai semalam suntuk. Saat itu Soeharto juga terpupuk kuat jiwanya lewat kepanduan, Hizbul Wathan. Saat inilah Soeharto yang sudah berusia 14 tahun baru dikhitan. Setamat dari SMP Muhammadiyah, ia mencari kerja, karena ketiadaan biaya. Diterima sebagai pembantu klerek sebuah bank desa yang bertugas berkeliling kampung, menampung permintaan pinjaman dari para petani, padagang kecil, dan pemilik warung. Pekerjaan ini tidak lama dijalani.

Soeharto sempat menjadi anggota Tentara Kerajaan Belanda (Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL). Dan sempat bertugas selama 7 hari dengan pangkat sersan, karena akibat Belanda kalah perang dengan Jepang. Inilah yang menjadikan titik awal karir militer Soeharto dimulai.

Kita mengenal kepemimpinan yang diterapkan Pak Harto dengan Astabrata (ini kalau tidak salah adalah wejangan Raden Ramawijaya kepada adik tirinya yang akaan menjadi raja dalam Kisaha Ramayaana), Ojo rumongso biso, tapi bisoo rumongso (jangan merasa bisa, tapi harus bisa merasa), ora `patheken`(tidak sakit kulitnya), dan lain-lain istilah yang ada pada zaman Orde Baru. Harian Republika, Senin 28 Januari 2008 ini kami scan dengan kualitas sederhana khusus untuk Anda yang membuka blog ini.
Tautan berikut Silahkan klik Suharto,Presiden RI II (1966-1998) Presiden yang Dibesarkan dengan Nestafa

Share

by : Idesat