href='https://maxcdn.bootstrapcdn.com/font-awesome/4.3.0/css/font-awesome.min.css' rel='stylesheet'/> AGRIBISNIS BENIH IKAN BLOG: agri lele
Showing posts with label agri lele. Show all posts
Showing posts with label agri lele. Show all posts

Saturday, March 4, 2017

Tidak Direkomendasikan Pemijahan Lele Secara Buatan

https://agribisnisbenihikan.blogspot.co.id

Sebuah sumber memberikan definisi pemijahan buatan adalah proses pembuahan telur ikan oleh sperma jantannya yang didahului dengan penyuntikan hormon agar telur mengembang dan dapat dikeluarkan/ovulasi/stripping, (pada jantan perlu/tidak harus dilakukan penyuntikan hormon) dan pengambilan kelenjar sperma jantan dengan dibunuh, kemudian dilakukan yang selanjutnya ditetaskan pada media tertentu yang telah dipersiapkan. Hal ini dilakukan bila sperma tidak dapat dikeluarkan dengan cara diurut ke arah lubang kelaminnya seperti untuk ikan lele ini, pada ikan lainnya seperti patin tidak perlu dibunuh, karena sperma jantannya dapat diurut keluar (pada patin tanpa disuntikpun dapat dikeluarkan spermnya dengab cara diurut ke arah lubang kelaminnya).
Induk ikan diperoleh dari hasil penelitian dan perekayasaan produksi induk oleh UPT Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Balitbangkan), Perguruan Tinggi, dan UPT Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jendral Perikanan (sekarang Ditjendkanbud), serta institusi/badan usaha lain yang telah diakreditasi. Induk ikan yang terbukti baik dikeluarkan resmi oleh pihak berwenang (kalau tidak salah Ditjenkanbud). Standar induk ikan dimaksudkan untuk dapat dipergunakan oleh produsen benih, penangkar dan instansi yang memerlukan serta digunakan untuk pembinaan mutu dalam rangka sertifikasi benih ikan.
Induk ikan dibedakan menjadi tiga grade yaitu :
1. Induk penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan yang dihasilkan oleh dan di bawah pengawasan penyelenggara pemulia.
2. Induk Dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk keturtunan pertama dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk dasar.
3. Induk Pokok (Parent Stock, PS) adalah induk keturunan pertama dari induk dasar atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk pokok. Induk pokok ini menghasilkan anakan yang hanya dibesarkan untuk dikonsumsi, tidak boleh digunakan sebagai indukan, dikenal sebagai benih sebar. Proses produksi benih inipun juga harus pemijahan induk kelas induk pokok dengan induk jantan dan induk betinanya bukan berasal dari satu keturunan.

Demikianlah perjalanan produksi induk pokok yang digunakan oleh para kelompok produsen benih, penangkar/UPR (Usaha pembenihan Rakyat) dalam rangka mempertahankan mutu benih ikan. Hal ini akan berpengaruh terhadap usaha pembesaran ikan. Ikan yang dipelihara cepat besar, tingkat efisiensi pakannya tinggi (FCR rendah), tahan terhadap penyakit dan toleran terhadap perubahan cuaca dan kualitas air.

Judul di atas bukan hanya sekedar sensasi (bagi yang menganggap sensasi boleh-boleh saja). Atau setidaknya diperhalus menjadi tidak direkomendasikan pemijahan lele secara buatan. Hal ini mengingat bahwa untuk memproduksi induk dasar diperlukan perlakuan yang rumit yang hanya bisa dilakukan oleh lembaga yang didukung oleh peralatan, bahan, instalasi, dana, ikan-ikan yang masih murni (bank plasma nutfah), sarana dan prasarana lain dan sumber daya manusianya yang mumpuni. Tentu saja harganya mahal.
Seperti kita ketahui bahwa pemijahan buatan lele harus membunuh induk jantannya, yang notabene induk tersebut harus induk yang berkelas (sertifikasi) induk pokok. Sementara induk yang dimiliki 1 paket terdiri atas 10 betina dan 5 ekor jantan. Dengan 5 kali pemijahan buatan, maka putuslah induk yang dimiliki 1 paket tersebut. Atau menggunakan jantan asalan dari hasil seleksi. Hal ini akan menimbulkan degradasi mutu benih yang mengalami ke arah inbreeding (silang dalam). Produksi benih kembali menjadi rusak lagi mutunya.

Pada saat awal lele dumbo didatngkan ke Indonesia, perlakuan pemijahannya menggunakan pemijahan buatan. Berbagai macam cara untuk menstimulasi agar telurnya dapat diovulasikan secaram alami dengan kelenjar hipofisa ikan mas atau ikan sejenisnya (lele dumbo), ekstrak air seni wanita hamil muda, dengan cairan jahe, dan sebagainya. Bahkan juga ada yang mengembangkan pemijahan lele dumbo dengan cara menyuntik induk jantan dan betinanya dan dicampurkan, dan jika tidak memijah secara alami dilakukan pemijahan buatan pada keesokan harinya. Namun sejalan dengan tingkat adaptasinya yang tinggi, lele dumbo dapat memijah secara alami. Setelah didapatkan teknologi mencari cacing sutera sebagai pakan alaminya, produksi benih ikan lele meledak pada zaman keemasannya. Baik dengan cara pemijahan alami maupun dengan pemijahan buatan. Dengan adanya induk unggul yang bisa menjamin mutu benih ikan lele ini, perlakuan pemijahan buatan yang mengorbankan induk jantan dirasa kurang tepat. Karena penangkar/pembenih harus membeli induk unggul setiap tahunnya.

Dalam pemijahan alami ikan lele, produksi benih yang dihasilkan tidak kalah kalau dibandingkan dengan pemijahan buatannya. Syarat kunci suksesnya tersedianya pakan alami cacing suetra secara tepat waktu, kualitas dan kuantitasnya. Suatu kelebihan pada pemijahan secara alami hanya mengovulasikan telur yang benar-benar matang dan siap dibuahi. Berbeda dengan pemijahan buatan yang mengeluarkan telur secara total, sehingga ada telur yang masih muda dan gagal untuk dibuahi. Oleh karena itu pemijahan buatan khusus untuk ikan lele ini ada baiknya tidak dilakukan, mengingat beberapa alasan di atas.

Saat ini tidak gencar lagi produksi induk dengan cara seleksi. Dengan hanya mengandalkan fenotif (bentuk luar) yang baik, belum tentu menghasilkan benih yang baik pula. Ada ressesif yang tidak kelihatan yang bisa muncul setiap saat. Hal ini akan merugikan usaha pembesaran ikan.

Penelitian Rustidja (2000) memperlihatkan degradsi mutu benih ikan lele 3-5 cm yang dipelihara selama 70 hari menjadi konsumsi pada tahun 1985, namun tahun 2000 dari benih ukuran 3-5 cm untuk menjadi konsumsi memerlukan waktu lebih lama yaitu 100 hari. Hal ini salah satunya disebabkan karena pembenihan ikan lele dengan induk yang asalan atau maksimal menggunakan induk hasil seleksi. Penggunaan induk yang berasal dari persilangan ikan hibrida seharusnya hanya digunakan untuk konsumsi, bukan untuk indukan. O, ya perlu saya sampaikan bahwa induk bersertifikat yang Anda beli mempunyai masa produksi (masa expired ya - kaya barang konsumsi aja) selama 3-4 tahun.

Mohon didiskusikan IDE INI AGAR BERKEMBANG DAN BERMANFAAT dan mohon koreksinya.
https://agribisnisbenihikan.blogspot.co.id 

Sunday, May 29, 2016

STANDARDISASI LUASAN PEMIJAHAN DAN PENETASAN TELUR LELE



Seorang petani pembenih lele pemula datang kepada seorang kawan yang kebetulan juga Pembina sekaligus pelaku usaha pembenihan lele Sangkuriang menanyakan hasil pemijahan ikan lelenya yang tidak menetas. Kebetulan saya juga ada di tempat tersebut. sebagai seorang pemerhati pembenihan ikan, aku juga memperhatikan kenapa hal ini bisa terjadi, dan bahkan sering terjadi.

Menurut pengalaman saya yang juga masih pemula, setiap induk yang baru sekali dipijahkan menghasilkan telur putih yang tidak menetas. Kalaupun menetas sangat sedikit sekali. Pengalaman ini sangat pribadi untuk saya, sehingga saya simpan saja, apakah ini suatu hal yang sudah biasa, atau saya yang salah dalam memberikan kesimpulan ini. Saya anggap kesimpulan ini hipotesa yang akan dibuktikan oleh para pemula dan pelaku usaha yang sudah professional.

Hal kedua yang saya perhatikan adalah bahwa stadardisasi luasan kolam pemijahan dan penetasan telur ikan lele. Dalam SNI :01-6484.4-2000 tentang Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariefinus X Clarias fuscus) kelas benih sebar, disebutkan bahwa luasan kolam pemijahan lele dumbo 1 kg induk betina/m2 dengan perbandingan bobot jantan betina adalah 1 : 2, dan perbandingan jumlah jantan betina 1 : 1-3. Sedang untuk luasan kolam penetasannya 50.000 – 100.000 butir telur ikan lele dumbo/m2.


Yang menjadi perhatian saya adalah kualitas air media dengan adanya debit air 0,5 liter/detik. Hal ini memungkinkan terjadinya penambahan oksigen (O2), sehingga tidak pembusukan telur. Yang menjadi masalah dalam mengalirkan air adalah kalau air yang digunakan air baru (air yang baru disedot dengan pompa dari sumur), tentu akan merusak kualitas air yang ada. Menurut pengalaman saya (yang masih pemula) juga, air baru yang dialirkan ke media penetasan akan  mematikan telur dan larva ikan lele.

Pengalaman seorang kawan tadi, memijahkan induk lele 3 ekor (3 kg) betina dan 3 ekor (3 kg) jantan dalam luasan kolam 3x3 m2 dan ditetaskan di kolam tersebut menghasilkan telur putih dan larva yang menetas dan mati di dasar kolam. Sehingga kalau dianalisa luasan pemijahan 3 kg betina/9 m2 = 0,33 kg/m2, dan dalam penetasan dengan asumsi produksi telur 50.000 ekor/m2 (lele dumbo potensi produktivitas telurnya 20.000 – 30.000 butir/kg dan lele sangkuriang 40.000 – 60.000 butir/kg), maka telur yang ada sebanyak 3 x 50.000 butir/9 m2 = 16.667 butir/m2. Dalam keadaan inipun, penetasan telur lele gagal, apalagi kalau menggunakan padat tebar yang lebih tinggi. Teknik ini tidak menggunakan aerasi untuk menambah kandungan O2.

Pada akhirnyapun saya menyarankan, boleh saja memijahkan memijahkan ikan lele betina 1 kg/m2. Namun untuk mengantisipasi dan meminimasi terjadinya induk berkelahi yang menyebabkan luka dan bahkan kematian, akan lebih baik lagi jika memijahkan ikan lele menggunakan luasan lebih dari 1 m2/kg betina, misal 4 m2. Pemijahan yang disampaikan di sini adalah pemijahan ikan lele secara alami dan tanpa aerasi. Apalagi bila telur yang dihasilkan 25.000 butir (lele dumbo) dan 50.000 butir untuk lele Sangkuriang, maka bisa dibayangkan sebaran telur tersebut hanya menempel substrat (ijuk, dll) pada luasan 1 m2. Tentu telur-telur tersebut akan saling berdekatan atau menempel atau tertumpuk yang mengakibatkan kurang efektifnya penetasan, bahkan busuk tidak menetas.

mengunakan luasan 50.000 – 100.000 butir/m2 dan media mendapat debit air sebesar 0,5 liter/detik. Kalau disimak lebih teliti lagi, hal ini terjadi pada pemijahan lele buatan dan telurnya ditempelkan pada hapa halus (atau ijuk yang diletakkan dalam hapa halus) yang diletakkan dalam bak. Ukuran luas bak tentu lebih besar dari ukuran luasan hapa halus.

Dalam pemijahan alami, tanpa aerasi dan debit air, penetasan telur 50.000 – 100.000 butir/m2 ini tidak bisa diterapkan. Memang dalam penetasan telur ikan patin dapat ditetaskan telur sebanyak lebih dari 300.000 butir per tabung kerucut volume kurang lebih 10 liter yang mendapat aliran terus-menerus untuk mengaduk telur (agar tidak menumpuk di dasar wadah) hingga menetas total setelah 20 jam, dan larva akan mengalir masuk ke dalam hapa halus di dalam bak/fiber yang terletak di bawahnya (dalam penetasan telur patin system corong).

Untuk menetaskan telur ikan lele dari hasil pemijahan 1 kg betina (kurang lebih 50.000 butir) tanpa aerasi dan debit, maka diperlukan luasan yang lebih besar. Akan lebih baik jika ditetaskan pada kolam penetasan seluas 8 -10 m2.  Artinya 10 kali lipat dibandingkan dengan luasan kolam penetasan intensif dengan debit air (1 m2). Hal ini untuk mengantisipasi sebaran telur yang luas dan dalam media air yang besar mengandung oksigen yang lebih banyak. Namun hal ini akan memberi hasil yang lebih baik lagi, bila menggunakan aerasi/blower untuk menambah kadar oksigen (O2) di media penetasan.


Share

by : Idesat