Tinggi rendahnya produksi ikan air tawar ditentukan oleh tinggi rendahnya produktivitas kolam air tawar. Tinggi rendahnya produktivitas ditentukan oleh mutu benih ikan. Tinggi rendahnya mutu benih ikan ditentukan oleh manajemen pelaku/produsen benih ikan. Tinggi rendahnya manajemen pelaku/produsen ditentukan oleh kualitas induk ikan yang dipakai. Tinggi rendahnya kualitas induk ditentukan oleh perolehan induk. Perolehan induk yang baik ditentukan oleh galur induk unggul. Galur induk unggul diproduksi oleh lembaga pemuliaan, dan seterusnya yang merupakan suati sistem. logika ini boleh juga ada salahnya, tetapi ada pula kebenaran logika tersebut.
Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) adalah produsen benih ikan khususnya benih ikan air tawar (dulu pernah dikenal sebagai perikanan darat) yang dilakukan oleh petani ikan dan atau kelompoknya. Dan kenapa seolah-olah UPR yang bertanggungjawab terhadap produksi benih ikan konsumsi air tawar atau lebih sempitnya kegagalan dan kesuksesan produksi perikanan air tawar (Ikan konsumsi) ? Ya, karena yang mengetahui kualitas benih yang diproduksi juga UPR itu sendiri. Dan lagi produksi benih ikan air tawar sebagian besar dan dapat dikatakan hampir 100% (atau paling tidak 95%) dilakukan oleh UPR. Kalau Anda tidak percaya silakan Anda datang ke Dinas Kelautan dan Perikanan setempat (atau dinas yang membidangi perikanan air tawar)? Pada budidaya air payau kemungkinan hampir 100 %. Karena hatchery udang kebanyakan dilakukan oleh swasta. Yang diusahakan HRST (Hatchery Rakyat Skala Tangga) sangat sedikit sekali. Namun pada budidaya laut malah lebih sangat sedikit sekali yang diusahakan oleh pembenih seperti yang ada di air tawar.
Logika di ataslah yang melatarbelakangi produksi budidaya (dalam arti pembesaran) ditentukan oleh kualitas benih yang dihasilkan oleh UPR. Pada postingan saya Unggulkah Benih Ikan yang Kita Besarkan di Kolam? dan Tujuh Perilaku Penangkar Benih Ikan yang Sangat Merugikan memberikan ilustrasi tentang benih ikan unggul yang saya maksudkan. Oleh karenanya UPR selaku produsen input budidaya harus menerapkan rekomendasi secara konsekuen, tersu-menerus untuk memproduksi benih ikan yang benar-benar unggul.
Suatu saat atau dalam waktu dekat ini UPR yang tidak menggunakan induk unggul, produksi benihnya tidap dapat dipasarkan sebagai benih ikan yang akan dibesarkan di kolam. Untuk itulah sebaiknya UPR menggunakan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Selanjutnya benih unggul yang dihasilkan ini dipelihara dengan Cara Budidaya Ikan yang Baik CBIB). Sebagaimana diintruksikan dalam KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK.
Adapun Persyaratan yang terdapat dalam aturan tersebut antara lain sebagai berikut :
A. Persyaratan Keamanan Pangan
1. Cara budidaya ikan yang baik harus memperhatikan persyaratan keamanan pangan, antara lain:
a. mencegah tercemarnya produk oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia dari udara, tanah, air, pakan, pupuk, dan obat ikan atau bahan lain mulai dari proses pra produksi, produksi sampai dengan panen;
b. memenuhi persyaratan sanitasi.
2. Persyaratan keamanan pangan diterapkan pada:
a. sarana dan/atau prasarana;
b. penyelenggaraan kegiatan pembudidayaan ikan.
3. Keamanan pangan pada sarana dan/atau prasarana diterapkan pada desain dan konstruksi bangunan, tata letak, peralatan dan instalasi, fasilitas sanitasi hygiene, dan fasilitas lain yang secara langsung atau tidak langsung
digunakan pada usaha pembudidayaan ikan.
4. Keamanan pangan pada penyelenggaraan kegiatan pembudidayaan ikan diterapkan pada usaha pembesaran, panen, penanganan, dan pendistribusian hasil pembudidayaan ikan.
B. Keamanan Pangan Pada Usaha Pembesaran
1. Keamanan pangan pada usaha pembesaran diterapkan pada proses pra produksi dan produksi termasuk penggunaan pakan, bahan kimia, dan bahan biologis, serta obat ikan.
2. Proses praproduksi meliputi:
a. pemilihan lokasi;
b. penentuan tata letak dan konstruksi;
c. pemilihan wadah.
3. Pemilihan lokasi harus memenuhi persyaratan:
a. dibangun pada lokasi yang terhindar dari kemungkinan terjadinya pencemaran, jauh dari permukiman, industri, serta lahan pertanian dan peternakan;
b. kualitas air sumber sesuai dengan peruntukannya, tidak mengandung residu logam berat, pestisida, organisme patogen, cemaran, dan bahan kimia berbahaya lainnya;
4. Penentuan tata letak dan konstruksi mencakup:
a. saluran pasok dan saluran buang;
b. tandon pasok pada budidaya udang intensif dan semi intensif;
c. tempat penyimpanan pakan, pupuk, obat ikan, pestisida, bahan bakar minyak, dan peralatan budidaya;
d. fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK), toilet, dan septic tank.
5. Pembangunan saluran pasok dan saluran buang memenuhi persyaratan:
a. dibuat terpisah;
b. tidak melalui daerah pemukiman, daerah industri, serta lahan pertanian dan peternakan.
6. Tempat penyimpanan pakan, pupuk, obat ikan, pestisida, bahan bakar minyak, dan peralatan budidaya memenuhi persyaratan:
a. dibuat terpisah;
b. terletak di tempat yang aman dan tertutup dengan sirkulasi udara yang baik;
c. bebas hama dan binatang peliharaan;
d. dilengkapi dengan fasilitas pencucian tangan.
7. Pembangunan fasilitas MCK, toilet, dan septic tank terletak minimum 10 meter dari petak pemeliharaan dan saluran.
8. Pemilihan wadah budidaya tidak terbuat dari bahan yang beracun dan berbahaya dan berpotensi mencemari produk serta tidak mudah korosif.
9. Proses produksi pada usaha pembesaran meliputi persiapan lahan/wadah budidaya, penumbuhan pakan alami, pemilihan benih, pengelolaan air, penggunaan pakan, obat ikan, pupuk, probiotik, desinfektan, dan bahan kimia lain serta pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan.
10. Persiapan lahan/wadah memenuhi persyaratan:
a. tidak menggunakan pupuk, probiotik, pestisida, dan desinfektan terlarang;
b. penggunaannya sesuai dengan peruntukan serta sudah memiliki nomor pendaftaran.
11. Penumbuhan pakan alami tidak menggunakan pupuk dan bahan additive serta penggunaannya sesuai dengan peruntukkannya dan sudah memiliki nomor pendaftaran.
12. Pengelolaan air dilakukan sebelum, selama, dan setelah proses produksidengan tidak menggunakan probiotik terlarang serta bila diperlukan dilakukan filterisasi dan upaya pengendapan dalam wadah tandon tersendiri.
13. Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan dengan menerapkan pengamanan biologi (biosecurity), pemulihan kualitas air dengan tidak menggunakan probiotik dan bahan kimia terlarang.
14. Pengamanan biologi mencakup antara lain bebas hama/patogen dan binatang peliharaan serta tindakan isolasi terhadap ikan yang terserang penyakit.
15. Pemilihan benih berasal dari unit pembenihan yang bersertifikat.
PENGGUNAAN PAKAN, PUPUK, PROBIOTIK, DESINFEKTAN,SERTA OBAT IKAN, DAN BAHAN KIMIA LAINNYA
A. Penggunaan Pakan Ikan
1. Penggunaan pakan ikan pada proses produksi harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. mengandung nutrisi yang terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari masing-masing jenis dan umur ikan;
b. meningkatkan pertumbuhan atau keindahan penampilan (eksotika) ikan secara optimal;
c. tidak mengandung zat beracun, bahan pencemaran yang berbahaya bagi ikan dan/atau manusia, atau yang mengakibatkan penurunan produksi atau menyebabkan pencemaran/kerusakan lingkungan;
d. tidak mengandung antibiotik dan hormon;
e. pakan telah terdaftar atau bersertifikat;
f. masih layak digunakan melalui proses uji mutu;
g. tidak mengalami perubahan fisik (tekstur, warna, dan bau);
h. kemasan, wadah, atau pembungkusnya tidak rusak;
i. menggunakan bahan baku, pelengkap pakan, dan imbuhan pakan yang memenuhi persyaratan.
2. Pemberian pakan tidak dicampur dengan antibiotik dan hormon.
3. Bahan baku pakan, pelengkap pakan, dan imbuhan pakan, tidak membahayakan ikan, manusia, dan lingkungan, serta harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan.
4. Bahan baku pakan, pelengkap pakan, dan imbuhan pakan, sebelum digunakan harus dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium terhadap kandungan bahan asing, bahan kimia, mikro-organisme, dan zat beracun.
B. Penggunaan Pupuk, Probiotik, Desinfektan, Serta Obat Ikan Dan bahan Kimia Lainnya Penggunaan pupuk, probiotik, desinfektan, serta obat ikan, dan bahan kimia lainnya pada proses produksi, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki nomor pendaftaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal;
b. sesuai dengan ketentuan dan petunjuk pada etiket dan brosur;
c. etiket harus menggunakan Bahasa Indonesia;
d. tidak mengalami perubahan fisik (tekstur, warna, dan bau);
e. kemasan, wadah, atau pembungkusnya tidak rusak;
f. sesuai dengan peruntukkannya;
g. tidak kadaluarsa;
h. obat ikan yang termasuk golongan obat keras, penggunaannya harus dengan petunjuk dokter hewan;
i. obat ikan yang termasuk golongan obat bebas terbatas dan/atau obat bebas, penggunaannya mengikuti petunjuk pemakaian yang telah ditetapkan.
KEAMANAN PANGAN PADA SAAT PANEN, PENANGANAN, DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL
A. Keamanan Pangan Pada Saat Panen
1. Kegiatan pembudidayaan ikan diterapkan pada saat panen, penanganan, dan pendistribusian hasil.
2. Panen meliputi peralatan dan cara panen.
3. Peralatan panen harus menggunakan bahan yang tidak merusak fisik, tidak terbuat dari bahan yang beracun dan berbahaya serta berpotensi mencemari produk, tidak mudah korosif, dan mudah dibersihkan.
4. Cara panen dilakukan dengan cepat dan cermat.
B. Keamanan Pangan Pada Penanganan Hasil
1. Penanganan hasil meliputi:
a. pemilihan lokasi, sarana, dan prasarana, serta cara penanganan hasil produk;
b. bahan dan cara pengemasan hasil produk.
2. Pemilihan lokasi penanganan hasil memenuhi persyaratan:
a. dekat dengan unit pembudidayaan ikan;
b. cukup tersedia air bersih;
c. tersedianya fasilitas pengelolaan limbah cair ataupun padat;
d. terhindar dari kemungkinan terjadinya pencemaran.
3. Sarana dan prasarana yang meliputi desain dan konstruksi bangunan, tata
letak, peralatan, dan instalasi harus memenuhi persyaratan:
a. sesuai dengan komoditas yang ditangani;
b. tersedia peralatan penanganan hasil dalam jumlah yang cukup;
c. tidak berpotensi mencemari produk dan mudah dibersihkan;
d. bersih dan higienis, bebas dari binatang antara lain tikus, burung,serangga, dan lain-lain.
4. Penanganan hasil harus dilakukan dengan cara:
a. dilakukan dengan cepat dan cermat;
b. membuang dan membersihkan sumber pembusukan pada ikan dengan cara dan peralatan yang sesuai dengan komoditas yang ditangani;
c. tidak menggunakan bahan tambahan yang dilarang sesuai dengan peraturan yang berlaku;
d. menerapkan sistem rantai dingin;
e. dilakukan secara saniter.
5. Es atau air yang didinginkan menggunakan air tawar atau air laut bersih dengan mutu sesuai peraturan yang berlaku.
6. Bahan dan cara pengemasan hasil produk, memenuhi persyaratan:
a. bahan pengemas tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia;
b. cara pengemasan sesuai dengan komoditas yang akan dikemas.
c. cara pengemasan, meliputi pengemasan ikan hidup dan/atau ikan segar/mati.
7. Pengemasan ikan hidup dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering.
8. Cara basah dengan menggunakan air dan oksigen yang cukup dan/atau diberi es curah di luar kantong/plastik pembungkus.
9. Cara kering tidak menggunakan air, namun dapat menggunakan serbuk gergaji yang diberi es dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan yang tidak menggunakan obat dan bahan kimia terlarang.
10.Pengemasan ikan segar/mati, dengan pemberian es curah/es kering.
C. Keamanan Pangan Pada Pendistribusian Hasil
1. Sarana pendistribusian hasil meliputi wadah dan alat pengangkut.
2. Wadah meliputi:
a. wadah pengangkut terbuka yang dilengkapi dengan aerator;
b. wadah pengangkut tertutup yang mempunyai pendingin atau cool box.
3. Alat pengangkut harus memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene, aman dalam pengangkutan, dapat mempertahankan kualitas, tahan terhadap korosi, dan memenuhi standar sesuai ketentuan yang berlaku.
VERIFIKASI, TINDAKAN KOREKSI, DAN PENCATATAN PADA USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN
A. Verifikasi
1. Verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa semua kegiatan usaha pembudidayaan ikan yang terkait telah dilakukan sesuai dengan cara budidaya yang baik.
2. Verifikasi dilakukan oleh otoritas kompeten.
B. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan dan/atau kesalahan pada kegiatan usaha pembudidayaan ikan.
C. Pencatatan
1. Kegiatan usaha pembenihan, pembesaran, panen, penanganan, dan pendistribusian hasil harus menerapkan pencatatan yang menjamin penelusuran kembali produk pembudidayaan ikan.
2. Pencatatan dilakukan pada setiap tahap pembudidayaan yaitu mulai proses pra produksi, produksi sampai dengan panen dan penanganan hasil, termasuk tindakan koreksi dan verifikasi.
3. Pencatatan dilakukan terhadap alat, wadah, pengelolaan air, benih, induk,pakan, bahan kimia, bahan biologis, dan obat ikan yang digunakan.
4. Pencatatan dilakukan oleh penanggung jawab pada unit usaha pembudidayaan ikan yang telah mengikuti pelatihan atau yang berkompeten.
5. Penanggung jawab ditentukan berdasarkan sistem manajemen dan struktur organisasi di unit usaha pembudidayaan ikan.
PENGENDALIAN
1. Cara budidaya ikan yang baik diterapkan mulai dari proses praproduksi, produksi, pemanenan sampai dengan penanganan hasil pembudidayaan ikan.
2. Dalam penerapan cara budidaya ikan yang baik dan pendistribusian hasilpembudidayaan ikan dilakukan pengendalian.
3. Unit usaha pembesaran yang telah menerapkan cara budidaya ikan yang baik dapat diberikan sertifikat.
4. Sertifikat diberikan oleh Direktur Jenderal setelah mendapatkan penilaian Tim Penilai Sertifikasi dan rekomendasi dari Komisi Approval.
5. Tata cara dan mekanisme penilaian, pemberian dan pencabutan sertifikat serta pembentukan Tim Penilai Sertifikasi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur
Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK.